Skip to main content

Ada Syarat dalam Taubat

Alangkah indahnya pertaubatan dalam kesadaran! Sebuah puncak pengakuan hamba akan makna kesalahan dan kekeliruan, kepada pihak yang berhak dan layak. Ia bukan ritual kosong yang lahir dari keterpaksaan, ketakutan, dan penyesalan palsu, yang bahkan seringkali lahir dari kekecewaan akan terlepasnya sebagian nikmat duniawi. Hingga, begitu peluang kesenangan terbentang, taubat menghilang dan kekeliruan itupun kembali terulang.

Taubat adalah kata sakti untuk berhenti dari dosa-dosa. Yang mestinya kuat mengandungi Niat mendekat erat kepada Sang Maha Melihat dalam pekatnya tumpukan maksiat dan kesadaran yang sering hanya sesaat. Karena itu, ia harus memenuhi sejumlah syarat, agar menjadi momentum transformasi diri menjadi pribadi baru yang diridhai. Taubat adalah keinginan membersihkan diri dari keruhnya ketidaktaatan yang membuat jarak hari dengan San Rabbi semakin menjauh, bahkan putus.

Awalnya adalah penyesalan. Bahwa tidak ada yang kuasa menyelamatkan selain Allah saja, itu bermakna kepasrahan yang utuh kepada-Nya. Berjalan di atas jalan lurus lempang tanpa bimbang, seraya menjaga diri dari setiap persimpangan yang menghadang. Shiratul Mustaqim hanya satu, dan tidak ada yang lain.

Jalan-jalan yang lain, meski berbilang dalam jumlah dan para penempuhnya, juga tampak cemerlang  karena ramai peminatnya, sejatinya hanyalah fatamorgana.

Menyesal sebab nafsu sering tertipu. Mencoba mencicipi maksiat yang terlihat lezat, meski kemudian membawa kesunyian dan ketakutan, rasa bersalah dan penyesalan. Kebusukan yang tersingkap oleh ilmu dan kebersihan kalbu merinta dalam ketidaknyamanan luka. Ia serupa perburuan semu perampok waktu yang menghambar dalam kesia-siaan tanpa makna, tanpa nilai, tanpa janji keselamatan. ALangkah jeleknya!

Berikutnya adalah pelepasan. Yaitu, dengan segenap keikhlasan membuang semua yang menyimpang, seraya berjanji untuk tidak mengundangnya kembali agar taubat ini sempurna. Sebab, apa artinya taubat jika jiwa tetap menetapi maksiat?

Lalu, kita merendah di hadapan-Nya mengaku kalah. Bahwa tidak ada yang salah dengan takdir-Nya, hingga seluruh keburukan hakikatnya kembali kepada diri kita sendiri. Ia bukan ternisbah kepada setan meski begitu pintar dia merayu dan menipu. Meski begitu pandai dia menghias kesesatan dan menjanjikan kenikmatan. Begitu berpengalaman dalam seluruh rangkaian penyesatan.

Kitalah yang lemah melawan sebab nafsu yang membelenggu dan terlalu sering meminta pelampiasan, hingga jauh menjangkau keikhlasan. Kita juga terlalu bodoh, hingga sering gagal menangkap isyarat kalbu, karena semu tampak samar dan menipu.

Maka, dalam keridakberdayaan dan kelemahan ini, kita memohon kekuatan agar mampu tegar berjalan di atas jalan-Nya yang lurus, dengan tulus. Sebab hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan. Ya Allah, bimbing kami menuju kelurusan jalan-Mu!

Baca juga: Keutamaan Iman dan Amal Shaleh

ar-risalah No.100/Vol.IX/4 Syawal - Dzulqo'dah 1430 H / Oktober 2009
Sumber: Majelis Ilmu JKD

Comments

Popular posts from this blog

Definisi Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in

▪ Definisi Sahabat Secara bahasa, sahabat adalah bentuk plural atau jamak dari kata Ash-Shohaabii. Kata ini berasa dari kata dasar “Ash Shuhbatu” yang berarti persahabatan. Menurut istilah , sahabat adalah orang yang bertemu dengan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam pada saat Nabi masih hidup dalam keadaan muslim dan ketika meninggal ia juga tetap muslim. Penjelasan: > Orang yang bertemu dengan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam pada saat Nabi masih hidup Orang yang melihat jenazah Nabi meski saat beliau belum dikuburkan tidak disebut sahabat Nabi. > Dalam keadaan muslim Orang yang bertemu Nabi pada saat Nabi masih hidup, tapi ia masih kafir, maka ia tidak disebut sahabat, meskipunsesudah Nabi wafat ia masuk Islam. Contohnya adalah utusan kaisar Romawi yang saat masih beragama Kristen bertemu dengan Nabi dan baru masuk Islam ketika Nabi telah wafat. > Mati dalam Keadaan Muslim Orang yang masuk Islam pada masa hidup bani kemudian...

Pengamat: Ada Celah Data NIK dan KK untuk SIM Card Disalahgunakan

KIBLAT.NET, Jakarta – Pakar Telekomunikasi, Ibnu Dwi Cahyono mengungkapkan bahwa ada kemungkinan data dari Nomor Induk KTP (NIK) dan Kartu Keluarga (KK) yang digunakan untuk registrasi SIM Card disalahgunakan untuk kepentingan tertentu. Maka, ia menekankan kepada pemerintah untuk tidak main-main dengan data milik masyarakat tersebut. “Ini tetap ada celah. Jadi kita harus memastikan kalau datanya masyarakat ini tidak boleh bocor. Jangan main-main! artinya gini, ini Dukcapil harus diamankan. Terus jangan sampai pihak kelurahan memperjualbelikan data KTP dan data KK warganya,” katanya saat dihubungi Kiblat.net pada Jumat (03/11). Ia juga menjelaskan bahwa masalah tersebut bertambah karena negara ini belum punya undang-undang perlindungan data pribadi. Padahal, kata dia, undang-undang tersebut sudah dibahas pada tahun 2008. “Tetapi undang-undangnya belum selesai sampai sekarang. Paling enggak jika ada undang-undang perlindungan data pribadi, dan ada orang yang memperjualbelikan...

Keutamaan Mencari Ilmu

📖Allah ta'ala berfirman: فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ "Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal." (QS. Muhammad: 19) Ketahuilah wahai Nabi bahwa tiada yang berhak diibadahi, kecuali Allah dan mintalah ampun atas dosamu. Mintakan ampun bagi orang-orang yang beriman yang laki-laki dan perempuan. Maka Allah mengetahui tingkah laku kalian saat terjaga pada saat siang hari dan saat istirahat tidur pada malam hari. 📖Hadis 1 Abu Hurairah Radhiallahu 'anhu bahwa Rasulullah bersabda, "Barang siapa yang meringankan satu diantara sekian kesulitan orang mukmin, niscaya Allah akan meringankan satu di antara sekian kesulitan pada hari kiamat. Barang siapa ...